Sorotbengkulu.com – Ketua Prima Dewan Masjid Indonesia (DMI) Bengkulu, Andi Hartono, mengecam keras kebijakan yang dikeluarkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Sekretaris Negara terkait larangan penggunaan hijab bagi anggota Paskibraka putri dalam pengukuhan dan pelaksanaan tugas pada 17 Agustus 2024 di Istana Negara Ibukota Nusantara (IKN).
Andi menilai kebijakan ini tidak hanya diskriminatif tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila serta semangat kebhinekaan yang menjadi dasar bangsa Indonesia. “Kebijakan ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap keberagaman dan hak asasi manusia, terutama hak beragama yang telah diakui dan dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya saat dihubungi di Bengkulu, Selasa (14/08).
Menurut Andi, kebijakan yang melarang penggunaan hijab ini tidak mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan yang selama ini dijunjung tinggi oleh negara. “Dalam Pancasila, nilai pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengakui dan menghargai keberagaman agama dan kepercayaan di Indonesia. Melarang penggunaan hijab sama saja dengan melanggar prinsip tersebut,” tegas Andi.
Dia juga menyoroti keteledoran pihak yang berwenang dalam mengeluarkan kebijakan ini. Andi menilai, keputusan ini tidak hanya melukai perasaan umat Islam, khususnya perempuan yang berhijab, tetapi juga mencoreng citra pemerintah yang seharusnya melindungi hak-hak warganya. “Ini adalah tindakan yang tidak terpuji dan menunjukkan kurangnya sensitivitas terhadap nilai-nilai keagamaan dan budaya masyarakat Indonesia,” katanya.
Andi menambahkan bahwa hijab merupakan bagian dari identitas diri dan ekspresi keagamaan yang tidak boleh diabaikan begitu saja. “Mengenakan hijab adalah hak konstitusional setiap perempuan Muslim. Tidak seharusnya negara mengintervensi hal-hal yang bersifat pribadi dan keagamaan seperti ini,” tambahnya.
Selain itu, Andi juga mendesak pemerintah untuk segera mengkaji ulang kebijakan ini dan mendengarkan aspirasi masyarakat. Ia menekankan pentingnya dialog yang terbuka dan inklusif untuk mencari solusi terbaik yang tidak melanggar hak asasi dan tetap menjaga keharmonisan masyarakat.
Pernyataan tegas dari Andi ini juga mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas dari masyarakat Bengkulu terhadap arah kebijakan pemerintah yang dianggap semakin jauh dari nilai-nilai kebangsaan. “Kami berharap pemerintah dapat bertindak lebih bijaksana dalam mengambil keputusan yang berdampak pada kehidupan beragama dan keberagaman di Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, kebijakan ini juga menuai reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk organisasi-organisasi keagamaan dan lembaga swadaya masyarakat yang menilai kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan ketegangan sosial. Hingga berita ini diturunkan, pihak BPIP dan Sekretaris Negara belum memberikan klarifikasi resmi terkait kebijakan ini. (**)