“Meskipun mengenang adalah pekerjaan pensiunan dan museum, tapi kan kita tetap boleh menangis walaupun seribu tahun lalu orang juga sudah ada yang menangis”.
Hazairin Amin dikenal sebagai sesepuhnya para aktivis di Bengkulu. Siapa saja yang pernah bertemu sekalipun itu kesan pertama akan langsung tahu bahwa beliau adalah seorang pemberani sekaligus cerdas.
Betapapun usia sepuhnya, saya ingat bagaimana beliau mengisahkan apa yang dialaminya ketika terjadi gejolak PKI 60 tahunan yang lalu dengan berapi-api, juga tentang bagaimana perannya dalam menghadapi gerakan bawah tanah oleh pemuda rakyat dan CGMI di Bengkulu pada masa itu.
Hazairin Amin lahir pada Rabu Wage 26 Juni 1946 di Bengkulu. Ayahnya adalah KH. Aminudin Anas dan Ibunya bernama Hj. Amnah. Beliau berasal dari keluarga yang agamis, sehingga kelak menjadikannya seorang aktivis pergerakkan yang menganut sistem nilai keagamaan.
Sejak kecil beliau menjadi anak yang terbiasa mandiri. Permasalahan disekolahan diselesaikan sendiri tanpa pernah membawanya kehadapan orang tuanya. Dengan modal bentuk fisiknya yang besar dan tegap, beliau tak segan-segan berkelahi dengan siswa yang usianya jauh diatasnya bila dirinya diganggu.
Tentu bukan hanya karena fisiknya saja, keberaniannya itu juga berasal dari kecerdasannya yang tak umum pada anak-anak seusianya. Memang begitulah ciri-ciri orang yang cerdas, salah satunya adalah berani.
Keberanian orang cerdas itu tidak dibuat-buat atau direkayasa. Misalnya tidak seperti mahasiswa yang dipaksa untuk progresif dan kritis padahal disuruh orang lain atau seniornya. Tentu tidak semuanya seperti itu dan kita semua sangat menghormati mahasiswa yang sedang berjuang dijalannya. Itu sudah bagus. Tetapi kalau bisa, pergerakan itu dilakukan atas dasar dorongan kesadaran, bukan dari bisikan.
Gerakan yang tidak didasari oleh kesadaran kolektif, hanya akan menghasilkan kritisisme palsu, semu dan tentatif. Karena bila terjadi sesuatu permasalahan, hanya akan terjadi saling lempar tanggung jawab dan meletakkan beban konflik pada hirarki struktural.
Karena memang tidak akan ada yang merasa bertanggung jawab sebab inisiasi awal memang tidak berasal dari kesadaran. Demikian itu sering terjadi pada kelompok-kelompok mahasiswa karena badan organisasi telah rentan untuk diintervensi oleh kekuatan dari luar, seperti pemerintah dan senior sendiri.
Bercermin pada sikap Hazairin Amin, karena beliau adalah senior dari banyak aktivis, hingga usia sepuh, beliau masih menerima tamu dirumahnya meskipun itu adalah seorang mahasiswa rantauan.
Beliau mendengar curhatan dan dimintai pendapat tentang apa saja. Dan sudah pasti yang datang membawa masalah, akan pulang membawa senyuman, meskipun masalahnya tadi belum tentu terselesaikan. Paling tidak, menyenangkan rasanya memiliki tempat mengadu.
Jadi kita datang tidak membawa beban suruhan ketika pulang, tapi membawa kelegaan yang justru menjadi modal agar kita kembali ke potensi terbaik untuk lingkungan kita.
Beliau Hazairin Amin juga selalu memperbarui pengetahuannya tentang keadaan, khususnya politik yang seringkali membuatnya jengkel.
Nada tingginya keluar saat mengomentari kenaikan BBM, kenaikan tarif listrik dan sebagainya. “Itu macammano? ha?! ngapo biso gitu?” kemudian diakhiri ketawa serak basahnya untuk mencairkan suasana. Saya selalu terkaget-kaget ketika nada tingginya memuncak, tapi kembali lega seketika dengan ketawanya itu. Saya pikir marah betulan, ternyata itulah gaya komunikasinya.
Suatu waktu, beliau tanya soal omnibus law yang kira-kira begini. “Omnibus law itu pacak dimakan dak? Kalu dak pacak buek kenyang, ngapo makso nian dak?” pluss ketawa ngekehnya.
Untuk mengenang sosoknya, berikut ini adalah pengalaman organisasi dan karir Hazairin Amin sebagai aktivis lintas masa di Bengkulu.
Riwayat Organisasi
- Saat muda beliau pernah menjadi Ketua dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia Bengkulu tahun 1966 – 1968, kemudian Sekretaris Biro Konsultasi Kesatuan-Kesatuan Aksi angkatan 66 Bengkulu tahun 1968 – 1970, dimana saat itu dikenal istilah TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat ; Bubarkan PKI, Rombak Kabinet Dwikora, Turunkan Harga Pangan). Dimasa inilah beliau menghadapi ancaman dan tekanan nyawa pada saat menjadi punggawa aksi yang menimbulkan perlawanan politik dan fisik dari pemerintah maupun PKI.
- Memprakarsai berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam di Bengkulu sekaligus mengawal sendiri proses berdirinya dengan menjadi Ketua Umum pertama ditahun 1970 – 1974.
- Pada tahun 1974 – 1975, beliau menjadi Sekretaris Umum KNPI periode pertama Provinsi Bengkulu dan kemudian menjadi Wakil Ketua Umum KNPI tahun 1975 – 1982.
- Tahun 1979 – 1983 sebagai Sekretaris DPD KOSGORO (Koperasi Serbaguna Gotong Royong) Tingkat I Provinsi Bengkulu.
- Tahun 1980 – 1985 sebagai Wakil Ketua AMPI (Angkatan Muda Pembangunan Indonesia) Tingkat I Provinsi Bengkulu.
- Tahun 1984 – 1989 sebagai Ketua OKK (Organisasi Kaderisasi Keanggotaan) DPD Golkar Tingkat I Provinsi Bengkulu.
- Tahun 1985 – 1987 Ketua Dewan Pertimbangan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hazairin.
- Tahun 1985 – 1999 sebagai Wakil Ketua KOSGORO Tingkat I Provinsi Bengkulu.
- Tahun 1996 – 1998 sebagai Ketua KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) kemudian menjadi Sekretaris Dewan Penasehat KAHMI tahun 1998 – 2002.
- Tahun 1997 sebagai Wakil Tenaga Pembangunan (TP. Sriwijaya) Provinsi Bengkulu
- Tahun 1998 – sekarang sebagai Ketua IKBLA (Ikatan Keluarga Besar Laskar Arief Rahman Hakiem) Bengkulu. Salah satu korban meninggal akibat ditembak saat demonstrasi 1966 Tritura.
- Tahun 1998 – 2006 sebagai Ketua Dewan Pengurus Masjid AL-MA’WA Padang Harapan Bengkulu.
- Tahun 1998 – sekarang sebagai Ketua eksponen angkatan 66 Provinsi Bengkulu.
- Tahun 2002 sebagai Ketua Kloter Haji Provinsi Bengkulu.
- Tahun 2004 sebagai Ketua Forum Peduli Bengkulu.
- Tahun 2006 sebagai Ketua Bidang Organisasi Ikatan Masyarakat Melayu Bengkulu.
Riwayat Legislatif
- 1970 – 1971 DPRD GR Tk. 1 Bengkulu
- 1971 – 1977 Anggota DPRD Tk. 1 Bengkulu
- 1987 – 1992 Anggota DPRD Tk.1 Bengkulu
Akhir kata, sebetulnya saya sendiri bukan termasuk orang yang rajin berkunjung kerumahnya sebab karena kesibukan anak muda yang tak jelas, juga mengingat kondisi kesehatan beliau yang membutuhkan banyak waktu untuk beristirahat membuat saya seringkali hanya berani mondar mandir didepan rumah beliau saja, tak berani sampai mengetuk.
Jadi jelas bahwa saya bukan orang yang paling tahu tentang beliau. Meski begitu, dengan beberapa perjumpaan bersama beliau, saya merasa memiliki keterikatan batin yang membuat saya selalu mendoakannya ketika teringat.
Mungkin fisik beliau sudah pergi, tapi kita masih bisa menyambung silaturahmi rohani bersamanya. Siapa tahu kita mendapat Ibrahnya. Selamat Ulang Tahun yang ke 78 tahun Hazairin Amin. Al-Fatehah