Dempo XLer

Konflik Suku Rohingya di Myanmar dan Tuntutan Kemanusiaan

Andi Hartono
suku rohingya
Suku Rohingya Mengungsi di negara bagian Rakhine (foto:wikipedia.org)
Tokoh Komputer Bengkulu

SorotBengkulu –  Konflik etnis yang berkepanjangan antara Suku Rohingya, minoritas Muslim di Myanmar, dan pemerintah terus memunculkan keprihatinan dunia.

Sejarah panjang konflik ini yang melibatkan ketidakakuan, diskriminasi, dan kebijakan pemerintah yang merugikan telah menyebabkan penderitaan berkepanjangan bagi masyarakat Rohingya.

Etnis Rohingya, yang tinggal di provinsi Rakhine di barat laut Myanmar, telah mengalami penolakan dan pengucilan seiring berjalannya waktu.

Meskipun sejarah mencatat partisipasi mereka dalam pemerintahan setelah kemerdekaan Myanmar, situasi berubah pada tahun 1962 ketika kudeta Jenderal Ne Win mengguncang stabilitas politik dan menyulut konflik etnis yang berlarut-larut.

Salah satu permasalahan krusial adalah status kewarganegaraan Rohingya. Undang-undang kewarganegaraan tahun 1982 telah merampas hak kewarganegaraan mereka dan menetapkan mereka sebagai pendatang ilegal.

Baca:  Serangan Hizbullah, Penarikan Brigade Golani, dan Perundingan Damai Israel-Hamas

Pemerintah Myanmar menolak mengakui etnis Rohingya sebagai bagian integral dari sejarah dan keberagaman negara tersebut.

Konflik ini juga melibatkan ketidaksetaraan dalam akses pendidikan, layanan kesehatan, dan pekerjaan bagi orang Rohingya. Diskriminasi sistematis ini telah merugikan komunitas tersebut dan menimbulkan tuntutan kemanusiaan yang mendesak.

Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa kecemburuan di antara kelompok etnis, terutama dari masyarakat Rakhine terhadap Rohingya, semakin memperumit situasi.

Pertumbuhan populasi Rohingya dianggap sebagai ancaman, memicu tindakan sewenang-wenang seperti penjarahan, pemusnahan tempat tinggal, dan pembakaran masjid.

Organisasi internasional, termasuk PBB dan Uni Eropa, telah mengecam konflik ini dan menyerukan perlindungan terhadap hak asasi manusia etnis Rohingya.

Amnesti Internasional dan organisasi hak asasi manusia dunia lainnya. Sudah menyatakan bahwa penderitaan Rohingya disebabkan oleh diskriminasi sistematis dan perlu penyelesaian segera.

Baca:  Pengungsi Rohingya di Aceh: Tantangan Humaniter Berlanjut

Dalam konteks perubahan politik di Myanmar, dengan negara ini mengalami proses demokratisasi, harapan masyarakat internasional terhadap penyelesaian damai dan pengakuan hak-hak dasar bagi etnis Rohingya semakin meningkat.

Pihak berwenang terus memantau perkembangan konflik ini, sementara diharapkan adanya tindakan konkret untuk mencapai penyelesaian yang adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.

Gege Interior Bengkulu