SorotBengkulu – Kita harus menyadari bahwa yang dihadapi bukanlah kemiskinan, melainkan pemiskinan. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat menjadi kunci utama, tidak hanya untuk mencapai keuntungan semata, tetapi juga mengatasi ketidakpastian regulasi pajak dan hal lain yang membuat pemiskinan itu tercipta.
Disini Tidak Ada Kemiskinan, Yang Ada Hanyalah Pemiskinan
Kisah pahit dalam hidup apalagi kepahitan itu berkenaan dengan kemiskinan terkadang terlalu menyedihkan untuk diceritakan. Siapapun pasti meneteskan air mata saat mengenangnya, apalagi yang saat ini masih mengalaminya. Tapi kemiskinan itu bukanlah kesalahan kita. Karena yang terjadi dinegara kita sesungguhnya adalah pemiskinan.
Saya tulis ini tidak untuk menjadi seperti aktivis atau politisi yang kalau mengkritik pemerintah diam-diam didalam hatinya ingin bergantian memerintah juga. Seperti yang sudah kita saksikan saat terjadinya reformasi 98, aktivis dan politisi bersama-sama meneriaki suharto untuk turun dari gelanggang kekuasaannya.
Mereka menganggap suharto sudah terlalu lama menjadi pemain tunggal maling dinegeri ini. Sehingga saat suharto turun, mereka yang masuk kedalam kekuasaan menjadi suharto-suharto yang baru. Mungkin tidak semua aktivis dan politisi seperti itu, tapi kenapa ya saya belum bisa memberikan kepercayaan seutuhnya kepada mereka?
Mulanya rakyat dengan daulatnya sepakat membuat institusi dan mengumpulkan sejumlah uangnya yang nantinya bertujuan untuk mengurusi dan mengelola sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Disebut negara dan pajak. Dari negara inilah nanti hadirlah yang namanya presiden, institusi yang mengelola kebijakan umum.
Dan dari pajak hadirlah yang namanya APBN, sumberdaya untuk mendistribusikan keadilan. Jadi pada prinsipnya kedaulatan tetap berada ditangan rakyat, dan presiden adalah perpanjangan tangan atau pembantunya rakyat untuk mengurusi sejumlah hal tadi, presiden bukan majikannya rakyat.
Makanya setiap beberapa tahun sekali diadakannya pemilihan umum untuk memilih pembantu mana yang akan mengurusi keperluan rakyat kedepan. Kalo sebagai calon presiden atau bahkan presiden sendiri tidak mengerti soal ini, sangat wajar kalo indonesia mengalami banyak kemunduran diberbagai bidang. Khususnya saya menyoroti terjadinya kemunduran dibidang ekonomi.
Tantangan Ekonomi dan Perlunya Peningkatan Pendapatan
Ekonomi negara kita sedang mengalami masa yang tak mengenakan. Pada bulan juli hingga september 2023, pertumbuhan ekonomi mencatat hanya sebesar 4,94 persen secara tahunan, menandakan terjadinya perlambatan yang patut diperhatikan. Penyebab kondisi ini adalah rapuhnya laju konsumsi rumah tangga yang menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Konsumsi rumah tangga memiliki peran sentral dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun saat ini kondisi konsumsi masyarakat tergolong rapuh. Kelemahan daya beli masyarakat menjadi penyebab utama, diperparah oleh ancaman inflasi yang semakin nyata. Inflasi memiliki potensi untuk merusak daya beli masyarakat, mengakibatkan hambatan dalam konsumsi.
Ketidakpastian pendapatan masyarakat menjadi pukulan lain bagi kondisi ekonomi yang tengah rapuh. Ketersediaan lapangan pekerjaan juga menjadi masalah nyata yang dihadapi masyarakat kota hingga kedesa. Tanpa peningkatan pendapatan daya beli masyarakat sulit untuk meningkat. Dampaknya sangat terasa pada konsumsi yang pada gilirannya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Penting bagi pemerintah untuk memahami bahwa peningkatan pendapatan menjadi kunci utama dalam mengatasi ketidakpastian ekonomi saat ini. Mungkin agar dengan tulisan ini mereka yang sedang menjabat yang tidak mengalami kesulitan ekonomi yang dihadapi masyarakat saat ini bisa dibaca dan mengerti harus berbuat apa.
Proses pemulihan ekonomi ini tentunya akan menghabiskan waktu yang cukup panjang. Keterlibatan pemerintah, swasta, dan masyarakat harus segera dikolaborasikan. Pemerintah dan swasta jangan lagi terlibat pada anasir-anasir yang berfokus pada keuntungan semata.
Akibatnya masyarakat akan dengan sendirinya mengambil jarak yang agak jauh dari pemerintah. Apalagi dengan tidak menentunya regulasi pajak dan beberapa kasus penyelewengannya membuat masyarakat semakin menipis kepercayaannya agar turut terlibat dalam memajukan negara.
Disi lain masih banyak masyarakat yang merasa belum bayar pajak karena belum pernah bayar pajak tahunan. Padahal semua yang kita konsumsi sudah mengandung pajak. Dan uang rakyat itulah yg digunakan menjalankan negara. Termasuk gaji pns, bansos, program pemerintah dari hulu ke hilir, bahkan IKN. Belum lagi mengenai sumberdaya alam mineral yang dicuri oleh asing seperti yang dilakukan freeport.
Pajak yang diambil hanya dari hasil pengambilan tembaga atau coopernya. Sedangkan concentratednya seperti ferro, emas, platinum, uranium tidak diambil pajaknya. Begitu juga yang terjadi pada masalah penambangan nikel dan timah yang baru-baru ini populer oleh kalangan ekonom. Permasalahan demikian juga menyentuh berbagai sektor ekonomi yang ada dilevel masyarakat.
Kenyataannya masih banyak warga didesa saya yang membiayai kuliah anaknya dengan mengandalkan utang. Bahkan harus berpindah tempat bersama keluarganya sampai hari tuanya karena tak mampu membayar kontrakan. Tapi presiden malah menghabiskan triliunan rupiah hanya untuk memindahkan kekuasaannya kepada anaknya.