Dempo XLer

Yastrib dan Onta sebagai Penentu Tempat Tinggal Nabi

Fitrah Insani
Tempat Tinggal Nabi
Nabi memutuskan membiarkan onta menentukan tempat tinggalnya, menunjukkan kebijaksanaan dalam menghindari konflik kepentingan dan menjaga keadilan di antara suku-suku yang mendukungnya.
Tokoh Komputer Bengkulu

SorotBengkulu – Sebetulnya sudah lama saya ingin menulis tentang ini. Sempat tertahan karena berpikir bahwa menulis tentang sejarah harus melampirkan referensi sumber sejarahnya. Ini tentu merepotkan, terutama jika harus mematuhi standar penulisan ilmiah yang ketat.

Namun menurut saya, cerita tentang seekor Onta yang menentukan tempat tinggal Nabi di Yastrib adalah cerita yang akrab di telinga banyak orang, sehingga rasanya tak perlu melampirkan referensi, karena banyak orang yang tahu.

Jadi, kemungkinan kecil bahwa saya akan dianggap “mengada-ada” tentang sejarah, seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Lagian, kali ini saya ingin fokus pada interpretasi atau konstruksi saya terhadap data sejarah, bukan sekadar data sejarahnya.

Profil Yastrib Sebelum Madinah

Yastrib atau Yastroba, sebelum kedatangan kelompok pengikut Rasul yang terusir dari Mekkah, penduduk Yatsrib saat itu (jika tidak salah) terdiri dari 12 kelompok suku. Dari 12 kelompok masyarakat yang ada di Yastrib, ada dua suku dominan, atau dapat kita sebut sebagai dua kelompok “mayoritas” di Yastrib, yaitu Arab dan Yahudi.

Kedua kelompok tersebut datang ke Yatsrib setelah penduduk yang terdahulu dari suku Amaliqah punah. Suku-suku Yahudi terkemuka di sana adalah Bani Quraizah, Bani Nadir, dan Bani Qunaiqa, sedangkan dari Arab adalah Aus dan Khazraj.

Seperti di sekitar Mekkah, suku-suku di Yastrib juga tidak mengenal persatuan, yang bisa kita sebut sebagai ciri masyarakat sektarian. Masing-masing suku dipimpin oleh kepala suku yang memikirkan kepentingan suku mereka sendiri.

Dalam konteks ini, jika terjadi konflik atau sengketa antara suku-suku yang berbeda, dapat dengan mudah memicu konflik yang lebih besar, seperti perselisihan, ketegangan, atau bahkan peperangan antar suku. Oleh karena itu, profil sektarianisme yang bersifat kesukuan menjelaskan bahwa di Yastrib sering dan mudah terjadi ketegangan antara suku-suku tersebut, bahkan peperangan.

Karen Armstrong menjelaskan bahwa hidup kesukuan pada masa itu, misalnya, untuk menjamin martabat dan kelangsungan hidup suku, apabila terjadi pembunuhan salah satu anggota suku oleh anggota suku lainnya, suku yang kehilangan anggota akan membalas dendam. Balas dendam, yaitu utang nyawa dibalas dengan nyawa, adalah satu-satunya cara untuk memberi sedikit jaminan sosial di wilayah yang tidak memiliki kekuasaan sentral yang dapat menengahi secara lebih adil jika terjadi konflik antar suku.

Baca:  Dapur Kapal Pesiar Terbesar di Dunia: Sehari Memasak Ribuan Porsi

Suku Aus dan Khazraj menetap di Yastrib, tempat di mana kaum Yahudi datang lebih dulu. Karena itu, mereka menguasai wilayah-wilayah yang subur dan jernih, memaksa Aus dan Khazraj menempati wilayah gurun di Yastrib. Suku Aus dan Khazraj konon berasal dari Yaman, dan nama “Aus” dan “Khazraj” berasal dari dua orang kakak beradik kemudian keturunan mereka terbagi menjadi dua kelompok suku tersebut.

Awalnya, kaum Yahudi menguasai perekonomian di Yastrib. Kelompok Yahudi menguasai tanah-tanah terbaik dan oase-oase Taima, Fadak, dan Wadi al-Qura yang berada di bawah pengawasan mereka. Namun, kondisi ini perlahan berubah seiring berjalannya waktu, sehingga suku Aus dan Khazraj akhirnya menggantikan posisi kelompok Yahudi.

Sebelum Hijrah ke Yastrib

Jauh sebelum dikejar-kejar dan dimusuhi oleh orang-orang Quraish di sekitar Mekkah, Nabi Muhammad menjelaskan risalahnya, mengajarkan sikap pasrah kepada Tuhan (Islam) kepada banyak orang. Pada saat musim haji, dimana orang-orang berkumpul dari berbagai agama dan kepercayaan untuk melaksanakan haji.

Beliau juga menggunakan kesempatan itu untuk bertemu dan berbincang dengan orang-orang dari berbagai penjuru Arab. Nabi berdialog dari satu tenda ke tenda yang lain, dan dari satu suku ke suku yang lain. Rombongan dari Yastrib, yaitu Suku Aus dan Khazraj, bertemu dan berbincang dengan Nabi. Kemampuan diplomasi Nabi menimbulkan ketertarikan dan kekaguman oleh rombongan dari suku Aus dan Khazraj yang pada awalnya berjumlah 6 orang di Mina.

Rombongan yang telah melaksanakan haji tersebut kembali ke Yastrib dan memberikan kabar kepada penduduk Yastrib. Mereka menceritakan tentang pertemuannya dengan Muhammad, yaitu Rasul terakhir yang dibangkitkan di Kota Mekkah. Oleh sebab itu, Nabi Muhammad secara perlahan menjadi terkenal di Kota Yastrib.

Pada tahun berikutnya, orang-orang dari suku Aus dan Khazraj kembali ke Mekkah untuk beribadah haji. Mereka berangkat dengan 12 orang, dua orang dari Aus dan sepuluh orang dari Khazraj. Tampaknya mereka sudah mendengar dan mendapat kabar tentang Nabi dari orang-orang yang pada musim sebelumnya berangkat haji dari Yastrib.

Singkat cerita, mereka mengadakan baiat terhadap Nabi di Bukit Aqobah yang kemudian dikenal dengan perjanjian Aqobah pertama. Pada musim haji berikutnya, rombongan dari Yastrib, yaitu yang berasal dari Suku Aus dan Khazraj, datang kembali dengan jumlah yang meningkat, kali ini berjumlah 73 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, terdiri dari 11 orang dari Suku Aus dan 64 orang dari Suku Khazraj.

Baca:  Kalsium pada Usia 40 Tahun ke Atas, Waspada Konsumsi Kalsium

Sementara itu, di Yastrib, terjadi permusuhan antara Suku Aus dan Khazraj selama 5 tahun, mencapai puncaknya pada sekitar tahun 618 M, yang dikenal sebagai pertempuran Bu’ats. Pertempuran Bu’ats menyebabkan banyak korban.

Kedua belah pihak merasakan kehilangan anggota keluarga yang sangat mereka sayangi, yang sangat menyakitkan bagi mereka, ditambah dengan kerugian materi. Mereka menyadari bahwa melanjutkan peperangan hanya akan menambah rasa kehilangan dan penyesalan, menjebak mereka dalam siklus dendam dan kebencian tanpa akhir. Akhirnya, suku Aus dan Khazraj sepakat mengadakan perjanjian gencatan senjata.

Pada saat perjanjian gencatan senjata, mereka juga sepakat untuk mengangkat seorang pemimpin di antara mereka, yang diyakini akan bersikap lebih adil. Muncul opsi untuk mengangkat Nabi sebagai pemimpin, yang telah dikenal oleh orang-orang dari Khazraj dan Aus saat mereka berangkat haji tempo lalu. Kesepakatan ini memberi ruang kepada Nabi untuk hijrah ke Yastrib dan memimpin di sana.

Tiba di Yastrib

Setelah tiba di Yastrib, Nabi dan rombongan (yang kemudian disebut sebagai kelompok Muhajirin) disambut meriah dan penuh harapan oleh penduduk Yastrib (kelompok yang menerima ini disebut Anshor). Beberapa tokoh penting dari suku-suku di Yastrib mendekat ke Nabi dan menawarkan agar Nabi bisa bertempat tinggal di rumah mereka. Tawaran tersebut mungkin tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa itu dipengaruhi oleh kepentingan, seperti yang telah dijabarkan sebelumnya tentang profil hidup kesukuan mereka.

Kelihatannya mereka berharap agar Nabi bertempat tinggal di rumah mereka agar nantinya, ketika Nabi memimpin Yastrib, akan lebih memprioritaskan kepentingan orang atau suku yang memberikan tempat tinggal. Melihat bagaimana beberapa orang yang merupakan tokoh-tokoh penting dari suku-suku di Yastrib bersaing untuk mengajak Nabi bertempat tinggal, demi menghindari terjebak oleh ajakan berbau kepentingan yang berpotensi merugikan kepemimpinan Nabi di Yastrib, akhirnya diputuskan bahwa tempat tinggal Nabi akan ditentukan oleh seekor onta.

Akhirnya, onta tersebut sampai di sebuah tempat penjemuran kurma milik dua orang anak yatim dari Bani Najjar. Onta itu berhenti dan tampak beristirahat, maka dengan sendirinya tempat tinggal Nabi telah ditetapkan. Beliau kemudian turun dari onta dan bertanya, “Kepunyaan siapakah tempat ini?” “Kepunyaan Sahl dan Suhail bin Amr,” jawab Ma’adh bin Afra’.

Baca:  Tidur Yang Berkualitas, Berikut Tips Yang Harus dicoba

Ma’adh sendiri adalah wali dari kedua anak yatim itu, dan ia membicarakannya kepada kedua anak itu agar mereka dapat memahami dan menerima bahwa Nabi akan bertempat tinggal di situ. Ia juga meminta kepada Nabi agar di tempat itu didirikan masjid. Rasulullah kemudian mengabulkan permintaan tersebut. Selain dibangun rumah, di tempat itu juga dibangun masjid.

Selain itu, Nabi juga memutuskan agar setiap orang dari rombongan yang mengikuti Nabi ke Yastrib (Muhajirin) dapat bertempat tinggal di setiap rumah kelompok Anshor guna menjalin kedekatan, persaudaraan, dan sekaligus menyosialisasikan wawasan dan pemahaman yang telah mereka terima dari Nabi untuk ditransfer kepada yang lainnya. Wallahu’alam.

Migrasi Nabi ke Yastrib bukan hanya perpindahan fisik, tetapi juga simbol perubahan besar dalam dinamika sosial dan politik di Yastrib. Keputusan untuk membiarkan onta menentukan tempat tinggal Nabi menunjukkan kebijaksanaan untuk menghindari konflik kepentingan dan menjaga keadilan di antara suku-suku yang mendukungnya.

Mengapa tempat tinggal Nabi ditentukan oleh onta?

  • Keputusan ini diambil untuk menghindari konflik kepentingan di antara suku-suku yang berkompetisi untuk mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah bagi Nabi.

Apa peran perjanjian Aqobah pertama dalam sejarah Yastrib?

  • Perjanjian Aqobah pertama menjadi tonggak penting dalam mendukung Nabi dan membangun hubungan antara suku Aus dan Khazraj.

Mengapa suku Aus dan Khazraj memilih Nabi sebagai pemimpin mereka?

  • Nabi dipilih karena dianggap sebagai pemimpin yang adil dan dapat menengahi konflik di antara mereka.

Bagaimana Nabi membangun hubungan dengan Anshor setelah tiba di Yastrib?

  • Nabi menyusun strategi dengan membuat Muhajirin tinggal di rumah-rumah Anshor, memperkuat ikatan persaudaraan di antara mereka.

Apa dampak migrasi Nabi terhadap dinamika sosial Yastrib?

  • Migrasi Nabi membawa perubahan besar, menandai akhir sektarianisme dan mendorong persatuan di Yastrib.
Gege Interior Bengkulu